Desa Komodo: Romantisme Perjuangan Hidup
Sebuah Perjalanan
Terletak
di Pulau Komodo, Desa Komodo memiliki jarak tempuh kira-kira 4 jam menggunakan
ojek (perahu tradisional) dari Pulau Flores. Desa Komodo, yang terdiri atas 2
kampung yakni kampung baru dan kampung lama dengan jarak diantaranya mencapai
kurang lebih 2 km, merupakan salah satu kawasan yang terletak di Pulau Komodo
ini merupakan salah satu diantara beberapa pulau lainnya yang berada pada
kawasan konservasi Taman Nasional Komodo. Terisolasi secara geografis, membuat
hidup di desa yang termasuk kawasan The New 7 Wonders ini tak mudah. Beberapa
regulasi yang dibuat dari pihak Taman Nasional Komodo lambat laun mulai tak
sejalan dengan arah pertumbuhan masyarakat. Hal-hal tersebut tentu menjadi
tantangan tersendiri bagi tim KKN.
Setelah
perjalanan yang cukup panjang menggunakan ojek dengan terpaan ombak yang cukup
untuk mengguncang kuat perahu, tibalah kami di Desa Komodo. Haus lapar karena
berpuasa, dan letih sirna begitu saja melihat sekumpulan anak-anak dan warga di
dermaga Desa Komodo bernyanyi menyambut kami!
UGM UGM WOOO, UGM UGM WOOO!
KALIAN BILANG KAMI INI KESURUPAN, DEMI UGM APA PUN KULAKUKAN
Sebuah sambutan, layaknya keluarga yang menyambut anaknya setelah tak pulang sekian lama :)
***
Desa Komodo dan “Keunikannya”
Kesan
pertama yang muncul dari kehadiran kami adalah, Dimana Komodo? Seperti apa bentuknya? Kapan ia akan muncul? Apakah ia
akan menyerang mendadak? Sebuah stigma yang terbangun ketika mencari dengan
keyword Komodo the Dragon di mesin pencari internet. Pada faktanya,
kedatangan kami bertepatan dengan musim kawin Komodo sehingga sangat sulit
untuk menemukan Komodo secara langsung di desa selain di Loh Liang.
Mengenai
kondisi ekonomi masyarakat Komodo, dahulunya masyarakat seluruhnya tinggal di
daerah pegunungan dan bekerja dibidang cocok tanam di daerah Gunung Ara. Lambat
laun masyarakat pindah dan tinggal di daerah pesisir pantai hingga profesinya
berubah menjadi nelayan. Perubahan semakin terlihat dan aspek pariwisata di
salah satu situs Taman Nasional Komodo di Loh Liang semakin berkembang pesat.
Perkembangan
yang pesat di bidang pariwisata menuntut timbulnya regulasi-regulasi kawasan
konservasi yang mulai membatasi ruang lingkup kerja para nelayan. Pendapatan
nelayan pun menurun drastis, jadilah sektor pariwisata sebagai primadona
masyarakat disusul dengan bekerja sebagai nelayan dikala tak ada cruise berkunjung.
Beberapa
hari menjalankan survey, beberapa tantangan pun mulai terasa, mulai dari akses
listrik hanya pada jam 18.00-24.00, ketersediaan air yang sangat kurang, minimnya
sayuran yang ada di desa, lingkungan yang kotor, dan banyak aspek lainnya. Bukan!
Kami bukanlah anak manja dan kami tidak mengeluh akan semua ini! Karena
bagaimanapun juga keadaan ini tak menghambat secara langsung pelaksanaan
program kami.
Namun
membayangkan anak-anak tumbuh dalam lingkungan dimana air sangat kurang –jelas
keadaan tubuh mereka kotor dan tidak sehat–, ditambah dengan minimnya ketersediaan pangan –membuat mereka kekurangan asupan gizi dan
vitamin–, juga bahkan harus tiap hari melihat kambing yang berkeliaran mencuri bahan makanan warga dan buang kotoran
sembarangan, bahkan kawin di sembarang tempat juga, belum diperparah dengan
minimnya arus informasi yang diterima
anak-anak selain mata pelajaran dari sekolah –hanya mengandalkan TV yang hanya bisa menyala pada malam hari yang
berarti mereka harus dibanjiri oleh
tayangan tayangan sinetron dengan kategori Dewasa –. Meskipun demikian,
setidaknya mereka mampu mendefinisikan kebahagian lebih baik dari kami yang
masih terus berusaha mengejar sebuah
pengakuan untuk bahagia :)
Dapatkah kalian membayangkan apa jadinya anak-anak itu jika tiap harinya dibanjiri tayangan sinetron cinta-cintaan yang tidak jelas aspek mendidiknya dimana?
***
Hami Ata Komodo! Kami adalah Warga Komodo!
Dibalik
keterbatasan-keterbatasan yang ada, sungguh Desa Komodo mengajarkan banyak hal
kepada kami. Tidak, ini bukan tentang mengajari bagaimana cara menikmati lagu
yang sama selalu diputar berulang kali oleh tetangga kami keras-keras pada
malam hari, bukan juga tentang bagaimana menikmati buah bidara yang entah tak
pernah ada yang berasa manis, bukan juga tentang bagaimana cara naik kano,
apalagi tentang bagaimana cara mengatasi panas yang menyengat dikala siang hari
saat melaksanakan program. Ini semua tentang bagaimana Desa Komodo setidaknya
mampu memberikan Life Lesson yang sangat berarti dalam hidup kami.
Life
lesson yang sangat berharga mengenai bagaimana kami harus bertahan hidup dengan
keadaan serba terbatas, menghargai perbedaan, mengenal dan menerapkan
toleransi, bagaimana cara bermasyarakat pada kondisi dimana warga ter-kotak-kotak-an karena kondisi politik
kepentingan, hingga pelajaran bagaimana proses pertukangan yang baik dan benar.
Dalam
salah satu proses pembuatan program yakni pembuatan Mading Informasi, kami menyambungkan kayu yang kemudian akan
dijadikan papan, terjadi sekiranya percakapan berikut.
“Wah mas, bukan begitu cara
menyambung papannya” ujar
seorang warga usai solat dzuhur.
“Loh seperti apa caranya pak?
Bukannya seperti ini lebih kuat?” merasa benar kami pun menanggapi.
“Seperti ini jauh lebih kuat” beliau pun memberi contoh.
“Astaga benar pak! Maaf hal-hal
seperti ini tidak kami pelajari di kuliah” dengan canda tawa dari kami.
“Tidak apa-apa mas, biarlah kami
yang menguasai hal tukang-menukang ini, mas biarlah nanti yang membuat pesawat”
beliau pun memberi
tanggapan dengan muka serius.
Sungguh
menusuk hati, bagaimana kami terkadang sok
pintar dan sok benar tanpa
mendengar apa pendapat warga. Kami pun sadar, seharusnya perlu ada pembekalan
lebih bagaimana hidup bermasyarakat.
Kami sadar KKN bukanlah tentang prasyarat
lulus sebagai mahasiswa UGM,
Bukan juga hanya sekedar program
pemberdayaan masyarakat (apalagi mahasiswa),
Namun KKN merupakan ajang untuk
memanusiakan mahasiswa yang kini terpaksa menjadi robot karena tuntutan lulus cepat
oleh lingkungan, perusahaan, maupun oknum oknum di kampus.
Sadarlah, bahwa semua ini berujung
pada satu hal.
Hidup ini mengenai seberapa manfaat
yang dapat kamu berikan pada khalayak luas.
Layaknya semboyan PALAPA PPSMB UGM
2013,
PALAPA!
BAKTI UNTUK NEGERI, UGM BERSATU,
BANGKITLAH INDONESIAKU!
0 comments